Diwaktu Khairul Azzam pulai dari Cairo diperjalanan dengan tidak sengaja bersama Eliana dalam satu pesawat. Setelah sampai di Bandara Soekarno Hatta, Azam menyeka air mata, ia memandang wajah Eliana seraya berkata. "Sudah sembilan tahun aku meninggalkan tanah air. Sudah sembilan tahun aku berpisah dengan ibuku dan adik-adikku. Aku terharu bahwa aku akhirnya bisa pulang juga". Dan Eliana mengatakan, kamu pantas untuk terharu. Dan Azam dijemput oleh adiknya yang bernama Husna bersama dua temannya.
Usai sholat maghrib mereka berempat berjalan ke Tim pusat budaya yang ada di jantung kota Jakarta itu tak pernah sepi dari karya cipta. Malam itu, diknas menggelar acara penganugerahan penghargaan kepada karya-karya terbaik di bidang sastra. Diantaranya kumpulan cerpen 'Menari di Atas Ombak' yang ditulis Husna meraih penghargaan karya terbaik nomor satu kategori karya sastra untuk remaja. Buku Husna itu mengalahkan seratus limapuluh tujuh judul buku yang terseleksi oleh Diknas.
Lalu tibalah acara pengumuman dan penganugerahan penghargaan karya sastra terbaik tingkat Nasional. Para pemenang dipanggil berurutan akhirnya sampailah nama Ayatul Husna diucapkan oleh bibir Eliana. Husna bangkit dan maju diiringi gemuruh tepuk tangan. Sampai di depan panggung Eliana agak terkejut melihat Husna. Ia tahu yang berdiri di panggung sebagai pemenang pertama adalah adiknya Azam. Matanya mencari sosok Azam, akhirnya ketemu juga melihat Azam, tapi Azam sedang memusatkan perhatiannya pada adiknya. Hatinya dipenuhi gelombang bahagia menbunch-buncah luar biasa. Setelah menerima piala penghargaan, husna memberikan sambutan.
"Piala ini aku hadiahkan yang pertama untuk kakakku. Dialah pahlawanku yang mati-matian membiayai hidup dan kuliahku ketika ayah telah tiada. Kakakku yang membanting tulang dengan jualan tempe dan bakso di Cairo demi adik-adik yang dicintainya. Untuk kakakku yang baru tiba di Indonesia setelah 9 tahun lamanya tidak bisa pulang ke Indonesia demi memperjuangkan nasib adik-adiknya. Aku hadiahkan penghargaan ini. Dan di hari bagia ini perkenankan aku membacakan puisi yang berjudul 'Kau Mencintaiku'
Kau mencintaiku
Seperti bunga
Mencintai titah tuhannya
Tak pernah lelah
Menebarkan mekar aroma bahagia
Tak pernah lelah
Meneduhkan gelisah nyala
Kau mencintaiku
Seperti matahari
Mencintai titah tuhannya
Tak pernah lelah
Membagi cerah cahaya
Tak pernah lelah
Menghangatkan jiwa
Azam tidak bisa menahan harunya. Ia meneteskan air mata bahagia di tempat duduknya. Acara itu disiarkan langsung ke seluruh Indonesia. Sambutan Husna disaksikan jutaan manusia, termasuk ibu dan adiknya.
Sebelum seluruh cahaya fajar mekar, Toyota Fortuner itu sudah sampai tugu Kartasura. Saat cahaya fajar perlahan mulai mekar fajar, keharuan luar biasa mekar di hati Azam. Fortuner itu berhenti di halaman rumahnya. Bu Nafis dan Lia sudah berdiri di beranda. Azam turun dengan derai air mata, yang tak bisa ditahannya. Ia bergegas mencium tangan ibunya lalu memeluk ibunya dan adik-adiknya dengan penuh cinta. Lia hanya mengangguk karena keharuan luar biasa lia tidak mampu berkata-kata. Setelah mencium ubun-ubun kepala adiknya yang dibalut jilbab biru tua Azam melepas pelukannya. Husna dan Eliana mengalami dan mencium tangan bu Nafis. Sementara Azam dan pak Marzuqi (sopirnya) menurunkan barang-barang mereka masuk ke dalam rumah dan mengamati keadaan rumahnya dengan penuh bahagia. "Jadi ini to yang namanya Eliana, Masya Allah, terima kasih ya nak sudi mampir ke gubuk reot ini", Kata bu Nafis.
Setelah itu diwaktu makannya bersama-sama akhirnya ada mobil berhenti di depan rumahnya ternyata Ana yang ingin mengantarkan undangan pernikahannya dengan Furqan dan diwaktu itu bertemu antara Ana dengan Abdullah yang mama popularnya Khoirul Azam.
Hati Ana hampir terkoyak, seorang yang pernah ia harapkan, kini benar-benar ada di pelupuk kedua matanya. Tak pernah terpikirkan sedikitpun bahwa suatu saat ia akan bertemu dengannya. Perasaan Ana yang sudah benar-benar terpendam jauh semenjak lamaran Furqan diterima, hampir-hapir ia tak kuasa menahan perasaannya itu, lalu dia beranjak pamit pulang dan ibunya itu menginginkan Azam untuk mencari jodoh. Karena teman-temannya sudah ada yang punya anak. Dan Husna memberikan tawaran kepada ibunya tentang temannya yang bernama Rina untuk dijodohkan kepada Khairul Azam ternyata ibunya tidak setuju walaupun orangnya baik, berjilbab akan tetapi dia tidur setelah subuh. Wong yang lain lagi repot mengerjakan sesuatu tapi dia enak-enakan untuk tidur. Dan kata bapakmu, kalau tidur setelah subuh rizkinya dipatok ayam. Mending non Ana, orangnya baik, pinta (ujar bu Nafis kepada Husna).
Ibu Nafis beberapa hari kemudian diejek oleh rekannya, 'Masak lulusan al-Azhaar jadi kernetnya Pak Imo, biasanya jadi Kiyai. Mimpin pesantren. Tapi tidak dihiraukan. Setelah sampai dirumahnya bu Nafis mengatakan pada Azzam, "Masak lulusan al-Azhar jadi kernet Pak Imo?" Akhirnya setelah Azam mendengarkan perkataan ibunya, maka dia berusaha semaksimal dan punya ide pingin menjual bakso cinta, ternyata bakso cintanya laris di semua kalangan, terlebih-lebih kalangan remaja.
Dan waktu itu Azam pernah berjanji sama kiyai Lutfi, ingin menghadiri pengajian al-Hikam, lalu Azam meminjam sepeda motor butut husna. Ia harus sholat Ashar di Wangen bahwa dirinya akan ikut penyajian al-Hikam, ia tak mau mengingkari janji yang terlanjur di ucapkannya. Sampai disana beberapa menit kemudian Kiyai Lutfi dapat telepon bahwa Kiai Rasyid di Teras Boyolali wafat. Maka kiyai Lutfi menyuruh Azam untuk menggantikannya memberikan pengajian kepada anggotanya tapi sebelumnya Azam tidak mau tapi dipaksa oleh Kiai Lutfi. Dan Anna mengatakan kepada bapaknya, "Apa Abah tidak dzalim pada mas Azam soalnya Anna takut, Azam tidak bisa". Akhirnya setelah Azam memberikan pengajiannya banyak orang yang terkesima pada dia, karena menerangkannya enak sekali, cepat ditangkap, dipahami oleh anggota pengajiannya. Setelah Azam selesai memberikan pengajiannya. Lalu dia disalami banyak orang dan dia bertemu sama Bapak (Anggota pengajiannya) menawarkan anaknya pada Azam, siapa tahu jodoh. "Saya punya anak perempuan masih kuliah, nama saya Ach. Jazuli. Ini kartu nama saya, Nak Mas boleh datang kalau ada waktu luang." Azam menerimanya.
Dan beberapa hari kemudian Bu Nafis, Azam dan Husna menghadiri pernikahan Anna dengan Furqan, ternyata sampai disitu bertemu ustadz Ilyas, dia mengatakan sudah lama kenal dengan Husna. Dan disitu juga Azan dan keluarganya menyaksikan prosesi pernikahan Ana dengan Furqon walaupun hati agak hancur. Setelah selesai dia pulang dan jalan bersama adiknya menelusuri kota solo. Hari demi hari ustadz Ilyas mendatangi Azam untuk melamar Husna, akhirnya diterima.
Dan dalam hitungan bulan pernikahan Ana dan Furqan tergoyah sebab Furqan tidak memenuhi kewajibannya sebagai suami, akhirnya cerai.
Azam diwaktu itu lagi mencari pendamping hidup, tapi gagal terus akhirnya bapak Mahbub memberikan saran dan tawaran bahwa dia punya teman dan mempunyai anak perempuan yang bernama Vivi, yang sekarang sudah bekerja dan dia lulusan kedokteran. Akhirnya Azam mau dan tidak lama kemudian bu Nafis, Azam, dan adik-adiknya bersama pak Mahbub pergi meminangnya ternyata diterima. Beberapa hari kemudian, bu Nafis menyaipkan pernikahannya Azam dan Husna. Dan diwaktu malam yang bersamaan dengan hujan, Bu Nafis dan Azam pergi ke rumahnya Kiai Lutfi untuk mengundangnya ternyata tidak bisa. Akhirnya pulang dan dipertengehan jalan dia tabrakan lalu ibunya meninggal dunia sedangkan Azam dalam keadaan kritis. Tak lama kemudian Azzam sadar dan mengetahui bahwa ibunya meninggal dunia dan diwaktu itu juga tunangannya yang bernama Vivi bersama keluarganya datang menjenguk Azam. Dan Azam memberikan kebebasan kepada Vivi, jikalau tidak bisa menunggu kesembuhanku (Kata Azam), maka kamu silahkan menikah dengan orang lain. Vivi menjawab InsyaAllah aku siap menunggu kesembuhan mas Azam. Hati Azam senang dan bahagia karena ungkapan Vivi seperti itu.
Azam terus bangkit, pelan-pelan ia merasakan kembali gairah hidup yang sesungguhnya. Ketiak Azam duduk di depan rumahnya, Eliana datang dengan membawa oleh-oleh untuk ibunya Azam, setelah dia mengetahui bahwa ibunya Azam meninggal dunia, lalu dia bersedih dan ikut berduka cita atas meninggalnya. Dan dia diberitahukan sama adiknya bahwa kak Azam sudah tunangan. Eliana terkejut dab nengatakan kepada adiknya Azam, mungkin belum jodoh gitu.
Tidak lam kemudian sepucuk surat datang dibawa oleh bu Mahbub untuknya. Ia baca pengirimnya adalah Alviana Rahmana Putri alias Vivi. Ia buka surat itu dengan penuh penasaran. Ia terkejut di dalamnya ada cincinnya. Cicin yang dulu dipakaikan ibunya ke jari Vivi. Ia sudah bisa menerka apa isinya, tapi ia baca juga.
Yang saya hormati
Mas Khairul Azam di Kartasura
Asslamualaikum Wr. Wb.
Vivi tulis surat ini, sungguh dengan hati hancur, dan linangan air mata yang mengalir. Harus Vivi katakan sungguh Vivi sangat mencintai Mas. Tapi inilah Vivi, Siti Nurbaya di Abad Melenium.
Ibu Vivi punya teman bu nyai yang punya putra baru pulang dari Syiria. Bu nyai itu melamar Vivi. Dan Ibu lebih memilih putra bu nyai itu, Vivi sudah berusaha menjelaskan bahwa Vivi memilih setia pada mas Azam. Tapi ibu malah sakit dan meminta aku untuk memilih antara dua hal: Pilih Ibu atau pilih Azam. Saat kau baca suratku ini mas, kau pasti paham kenapa surat ini aku kirimkan bersama cincin ini. Maafkan diriku, jika kau anggap aku menghianatimu. Terima kasih atas kebesaran jiwamu.
Wassalam….
Yang lemah tiada daya
Vivi
Setelah kemudian Azam pergi ke rumahnya kiai Lutfi dengan membawa cincin, meminta tolong supaya cincin ini diberikan kepada salah saatu santri putrinya yang sanggup menerimanya. Akhirnya Azam menemukannya, yang mana putrinya kiai Lutfi sendiri yang bernama Anna, lalu melangsungkan akad nikahnya dengan disaksikan para santri dan hidup bersama antara Anna dengan Khairul Azam.
0 komentar:
Posting Komentar